Saturday, January 8, 2011

Obama: Referendum Sudan Selatan Harus Bebas Intimidasi



Obama: Referendum Sudan Selatan Harus Bebas Intimidasi
Washington (ANTARA News) - Presiden Amerika Serikat (AS), Barack Obama, mengatakan bahwa para pemilih dalam satu referendum yang dapat memisahkah wilayah selatan Sudan harus diizinkan menggunakan hak suara mereka bebas dari intimidasi dan pemaksaan.

Obama dalam satu artikel opini untuk surat kabar The New York Times juga mengatakan, jika Sudan tetap menjalankan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan perjanjian perdamaian tahun 2005, maka pemerintah Khartom dapat dihapus dari daftar negara sponsor terorisme yang dikeluarkan AS.

Artikel itu disiarkan persis sebelum pemungutan suara Sudan berlangsung Minggu, dalam satu referendum bersejarah yang dapat menghasilkan negara terluas Afrika terbagi dua, dengan penduduk wilayah selatan diperkirakan akan mendukung kemerdekaan.

"Kini, dunia akan mengawasi, dan sepakat agar semua pihak di Sudan bertindak sesuai kewajiban-kewajiban mereka," kata Obama di surat kabar itu.

Ia menimpali, "Saat proses referendum, para pemilih harus diberikan akses ke tempat-tempat pemungutan suara, mereka harus dapat memberikan suara-suara mereka bebas dari intimidasi dan pemaksaan."

Selain itu, "Semua pihak harus menahan diri dari retorika menghasut atau tindakan-tindakan provokatif yang dapat menimbulkan ketegangan atau mencegah para pemilih menyampaikan keinginan mereka."

Pemimpin AS, yang melakukan usaha diplomatik untuk menjamin referendum itu diselenggarakan tepat waktu, dan tanpa kerusuhan, mengatakan semua pihak harus menentang tindakan menghukum terlebih dulu sementara penghitungan suara dilakukan.

"Dalam beberapa hari ke depan, para pemimpin utara dan selatan perlu bekerja sama untuk mecegah kerusuhan dan menjamin bahwa insiden-insiden terpisah tidak membuat kekacauan lebih luas," ujarnya.

"Bagaimanapun juga seharusnya tidak ada satu pihakpun menggunakan surat kuasa dalam usaha memperoleh keuntungan sementara kita menunggu hasil akhir," kata Obama mnjelang referendum yang diselenggarkan setelah perang saudara 50 tahun yang menewaskan dua juta orang.

Presiden AS itu juga mengharapkan periode pasca referendum itu, yang termasuk satu proses yang membawa wilayah selatan yang miskin itu pada satu deklarasi resmi kemerdekaan dan perundingan-perundingan berat menyangkut perbatasan, sumber-sumber minyak dan hak atas air.

"Jika wilayah selatan memilih merdeka, masyarakat internasional termasuk AS memilikin kepentingan dalam menjamin bahwa kedua negara itu dapat menjadi tetangga yang stabil secara ekonomi , karena nasib mereka saling terkait," kata Obama dalam tulisannya itu.

Obama juga mengisyaratkan pada pemerintah Sudan utara, yang dipimpin Presiden Omar al Bashir, bahwa negara tiu dapat mengharapkan insentif-insentif AS bagi pengakuan hasil referendum itu dan tidak menanggapi keputusan itu dengn aksi kekerasan.

Ia menegaskan, "Sekarang sata mengulangi tawaran saya kepada para pemimpin Sudan -- jika anda memenuhi kewajiban-kewajiban anda dan memilih perdamian itu adalah satu jalan bagi hububungan normal dengan Amerika Serikat."

Obama mengatakan, jalan itu termasuk pencabutan sanksi-sanksi ekonomi dan dimulainya kembali satu proses untuk mencabut embargo AS yang diberlakukan karena Washington menganggap Khartoum sebagai sebuah negara sponsor teror.

"Sebaliknya, mereka yang mengabaikan kewajiban internaaional mereka akan menghadapi tekanan dan pengucilan lagi," kata Obama.

"Ini adalah saatnya di mana para pemimpin yang berani dan miliki pandangan ke depat dapat memimpin rakyat mereka mencapai hari yang lebih baik. Mereka yang yang membuat pilihan yang benar akan selalu diingat oleh sejarah," katanya menambahkan.

0 comments:

Post a Comment